Jumat, 30 Januari 2009

Malaikat Pelindung

Suatu ketika ada seorang bayi yang siap untuk dilahirkan. Maka ia bertanya pada Tuhan. "Ya Tuhan, Engkau akan mengirimku ke bumi. Tapi aku takut, aku masih sangat kecil dan tak berdaya. Siapakah nanti yang akan melindungiku disana?"

Tuhanpun menjawab. " Diantara semua malaikat-Ku, aku akan mengirim seseorang yang khusus untukmu. Dia akan merawat dan mengasihimu." Si Kecil bertanya lagi, "Tapi, disini, di surga ini, aku tak berbuat apa-apa selain tersenyum dan bernyanyi. Semua itu cukup membuatku bahagia. Tuhanpun menjawab, "Tak apa, malaikatmu itu, akan selalu menyenandungkan lagu untukmu, dan dia akan membuatmu tersenyum setiap hari. Kamu akan merasakan cinta dan kasih sayang, dan itu semua pasti akan membuatmu bahagia." Namun sikecil bertanya lagi, "Bagaimana aku bisa mengerti ucapan mereka, jika aku tidak tahu bahasa yang mereka pakai?"

Tuhanpun menjawab, "Malaikatmu itu, akan membisikkanmu kata-kata paling indah, dia akan selalu sabar ada disampingmu dan dengan kasihnya, dia akan mengajarkanmu berbicara dengan bahasa manusia." Sikecil bertanya lagi, "Lalu, bagaimana jika aku ingin berbicara padamu, ya Tuhan?"

Tuhan kembali menjawab, "Malaikatmu itu, akan membimbingmu. Dia akan menengadahkan tangannya bersamamu dan mengajarkanmu untuk berdoa." Lagi-lagi sekecil menyelidik. "Namun aku mendengar, disana ada banyak sekali orang jahat, siapakah nanti yang akan melindungiku?"

Tuhanpun menjawab, "Tenang, malaikatmu, akan terus melindungimu, walaupun nyawa yang menjadi taruhannya. Dia akan sering melupakan kepentingannya sendiri untuk keselamatanmu." Namun sikecil kini malah sedih, "Ya Tuhan, tentu aku akan sedih jika tak melihat-Mu lagi.

Tuhan menjawab lagi, "Malaikatmu, akan selalu mengajarkan kamu keagungan-Ku, dan dia akan mendidikmu bagaimana agar selalu patuh dan taat pada-Ku. Dia akan selalu membimbingmu untuk selalu mengingat-Ku. Walaupun begitu, Aku akan selalu ada disisimu."

Hening.....
Kedamaianpun tetap menerpa surga. Namun, suara-suara panggilan dari bumi terdengar sayup-sayup. "Ya Tuhan, aku akan pergi sekarang, tolong..., sebutkan nama malaikat yang akan melindungiku..."

Tuhanpun kembali menjawab. "Nama malaikuatmu tak begitu penting. Kamu akan memanggilnya dengan sebutan : IBU..."

(dari motivasi net oleh Ir. Andi Muzaki,SH,MT)

PAKU

Ada seorang anak laki-laki yang bersifat pemarah. untuk mengurangi kebiasaan marah sang anak, ayahnya memberikan sekantong paku dan mengatakan pada anak itu untuk memakukan sebuah paku di pagar belakang setiap kali dia marah.


Hari pertama anak itu memakukan 48 paku ke pagar setiap kali dia marah…. Lalu secara bertahap jumlah itu berkurang. Dia mendapati bahwa ternyata lebih mudah menahan amarahnya dari pada memakukan pake ke pagar.


Akhirnya tibalah hari dimana anak tersebut merasa sama sekali bisa mengendalikan kesabarannya. Dia memberitahukan hal ini kepada ayahnya, yang kemudian mengusulkan agar dia mencabut satu paku untuk setiap hari dimana dia tidak marah.


Hari-hari berlalu dan anak laki-laki itu akhirnya memberitahu ayahnya bahwa semua paku telah tercabut olehnya. Lalu sang ayah menuntun anaknya ke pagar. "hmm, kamu telah berhasil dengan baik anakku, tapi… lihatlah lubang-lubang di pagar ini. Pagar ini tidak akan pernah bisa sama seperti sebelumnya. "Ketika kamu mengatakan sesuatu dalam kemarahan. Kata-katamu meninggalkan bekas seperti lubang ini… di hati orang lain.


Kamu dapat menusukkan pisau pada seseorang, lalu mencabut pisau itu… tapi tidak peduli beberapa kali kamu minta maaf,luka itu akan tetap ada… dan luka karena kata-kata lebih buruk dari fisik…


(dari motivasi net oleh Ir. Andi Muzaki,SH,MT)

Garam dan Telaga

Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet. Tamu itu, memang tampak seperti orang yang tidak bahagia.

Tanpa membuang waktu, pemuda itu menceritakan semua maslahnya. Pak Tua yang bijak hanya mendengarkan dengan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu kedalam gelas, lalu diaduknya perlahan. "Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya..", ujar Pak tua itu.

"Pahit. Pahit sekali," jawab sang tamu, sambil meludah kesamping. Pak Tua itu, sedikit tersenyum. Ia, lalu mengajak tamunya ini untuk berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan dan akhirnya sampailah mereka ke tepi sebuah telaga yang tenang.

Pak Tua itu kembali menaburkan segenggam garam ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk-aduk dan tercipta riak air, mengusik ketenangan telaga itu. "Coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah. Saat tamu itu selesai meneguk air itu, Pak Tua berkata lagi, "Bagaimana rasanya?".

"Segar…", kata tamunya. "Apakah kamu merasakan garam dalam air itu?", tanya Pak Tua lagi. "Tidak." jawab si anak muda.
Dengan bijak Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si anak muda. Lalu ia mengajaknya duduk berhadap-hadapan, bersimpuh disamping telaga. "Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam, tidak lebih dan tidak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama".

"Tapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua tergantung pada hati kita. Jadi saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu.

Pak tua itu kembali memberi nasehat. "Hatimu, adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu, adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan buat hatimu seperti gelas, tapi buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan."

Keduanya lalu beranjak pulang. Mereka sama-sama belajar hari itu. Dan Pak Tua, si orang bijak itu, kembali menyimpan "segenggam garam", untuk anak muda yang lain, yang sering datang padanya membawa keresahan jiwa.

(dari motivasi net oleh Ir. Andi Muzaki,SH,MT)

"Batu" Kecil dari Tuhan


Seorang pekerja pada proyek bangunan memanjat ke atas tembok yang sangat tinggi. Pada suatu saat ia harus menyampaikan pesan penting kepada teman kerjanya yang ada dibawahnya. Pekerja itu berteriak-teriak, tetapi temannya tidak bisa mendengarnya karena suara bising dari mesin-mesin dan orang-orang yang bekerja, sehingga usahanya sia-sia saja.

Oleh karena itu untuk menarik perhatian orang yang ada dibawahnya, ia melemparkan uang logam di depan temannya. Temennya berhenti bekerja, mengambil uang itu lalu kembali bekerja. Pekerja diatas mencoba lagi, tetapi usahanya yang keduapun memperoleh hasil yang sama.

Tiba-tiba ia mendapat ide. Ia mengambil batu kecil lalu melemparkannya ke arah orang itu. Batu itu tempat mengenai kepada temannya, dan karena merasa sakit, temannya menengadah ke atas. Sekarang pekerja diatas dapat menjatuhkan catatan yang berisi pesannya.

Tuhan kadang-kadang menggunakan cobaan-cobaan ringan untuk membuat kita menengadah kepadaNya. Seringkali Tuhan melimpahkan kita dengan rahmat, tetapi itu tidak cukup untuk membuat kita menengadah kepadaNya. Karena itu agar kita selalu mengingat kepadaNya, Tuhan sering menjatuhkan "batu kecil" kepada kita.
(submitted by M. Ferdiansyag from motivasi net oleh Ir. Andi Muzaki,SH,MT)

7 Keajaiban Dunia

Sekelompok siswa kelas geografi sedang mempelajari "Tujuh Keajaiban Dunia". Pada awal dari pelajaran, mereka diminta untuk membuat daftar apa saja yang mereka pikir merupakan "Tujuh Keajaiban Dunia" saat ini.

Walaupun ada beberapa berebepa ketidak sesuaian, sebagian daftar berisi :

  1. Candi Borobudur
  2. Piramida
  3. Tajmahal
  4. Manara Pisa
  5. Menara Eiffel
  6. Kuil Angkor
  7. Kuil Parthenon

Ketika mengumpulkan daftar pilihan, sang guru memperhatikan seorang pelajar, seorang gadis yang pendiam, yang belum mengumpulkan kertas kerjanya. Jadi, sang guru bertanya kepadanya apakah dia mempunyai kesulitan dengan daftarnya.

Gadis pendiam itu menjawab,"Ya, sedikit. Saya tidak bisa memilih karena sangat banyaknya."
Sang guru berkata, katakan pada kami apa yang ada didaftarmu, dan mungkin kami bisa membantu memilihnya.

Gadis itu ragu sejenak, kemudian membaca, "Saya pikir, "Tujuh Keajaiban Dunia" adalah,

  1. Bisa melihat
  2. Bisa mendengar
  3. Bisa menyentuh
  4. Bisa menyayangi.....(Dia ragu sebentar, kemudian melanjutkan...)
  5. Bisa merasakan
  6. Bisa tertawa
  7. Bisa mencintai.

Ruang kelas tersebut sunyi seketika…

Alangkah mudahnya bagi kita untuk melihat ekspoitas manusia dan menyembunyikan "keajaiban". Sementara kita lihat lagi semua yang telah Tuhan karuniakan untuk kita, kita menyebutnya sebagai "biasa".

Semoga kita semua hari ini diingatkan tentang segala hal yang betul-betul ajaib dalam kehidupan kita.

(dari motivasi net oleh Ir. Andi Muzaki,SH,MT)